Juli 2020 merupakan waktu yang akan selalu diingat oleh Dewi (bukan nama sebenarnya), seorang Marketing Manager yang berusia 58 tahun. Pasalnya, di bulan tersebut, ia didiagnosis mengalami serangan stroke. Berawal dari tangan dan kaki kanannya yang mendadak mati rasa dan tidak bisa digerakkan, Dewi segera dilarikan ke salah satu rumah sakit stroke-ready di Jakarta untuk mendapatkan penanganan yang optimal.
“Selama masa perawatan, saya ditangani oleh tim dokter yang terus berupaya agar kondisi saya membaik. Berbagai obat-obatan dan penanganan telah diberikan kepada saya, salah satu di antaranya adalah trombolisis (proses penghancuran sumbatan pada otak) yang membuat saya masih dapat diselamatkan,” jelas Dewi.
Andi (bukan nama sebenarnya) yang merupakan suami dari Dewi, menjelaskan bahwa pihak keluarga untungnya paham betul bahwa gejala stroke harus cepat ditangani. “Berkat pemahaman mengenai pengobatan stroke dengan trombolisis yang harus dilakukan dalam kurun waktu tidak lebih dari 4,5 jam (yang juga disebut dengan golden period), istri saya tercinta masih dapat tertolong. Tidak terbayangkan apa yang akan terjadi jika kami tidak berpacu dengan waktu saat itu.”
“Walaupun pandemi, keluarga tidak khawatir untuk segera membawa Dewi ke rumah sakit karena waktu dan kecepatan adalah yang terpenting. Di samping itu, rumah sakit yang menjadi tempat berobat Dewi secara rutin juga sudah memiliki prosedur dan protokol kesehatan yang ketat dan aman atau biasa disebut dengan Protected Code Stroke (PCS) – yang merupakan tindakan preventif untuk mencegah penularan COVID-19 pada pasien stroke” jelas Andi.
Setelah menerima perawatan intensif di RS tersebut, Dewi dipersilakan untuk kembali ke rumah. Ia memang belum pulih sepenuhnya, karena sedikit banyak masih bergantung kepada anak-anak maupun suaminya untuk beraktivitas. “Seringkali saya merasa sedih jika mengingat bagaimana mudahnya beraktivitas dulu, setiap hari kesana kemari bertemu banyak orang. Kini, sekedar ke kamar mandi saja saya bergantung pada keluarga saya. Tetapi, saya bersyukur karena pada saat terjadinya gejala, keluarga saya dengan cepat membawa saya ke salah satu RS stroke-ready untuk ditangani oleh tim medis dengan tepat,” ujar Dewi.
Stroke memang memberikan perubahan besar pada kemampuan fisik Dewi, tetapi hal itu tidak mengubah dirinya sebagai seorang wanita yang ceria dan selalu positif. Menurut Dewi, kondisinya saat ini sudah jauh lebih baik dibandingkan awal ia terdeteksi stroke. “Saya masih dalam proses pemulihan. Sekitar empat kali dalam seminggu, saya rutin melakukan fisioterapi di RS stroke-ready.” sambung Dewi.
“Kami menjalani ini semua dengan ikhlas. Kami pun sadar proses penyembuhan akan memakan waktu yang lama – tidak bisa dilakukan dengan instan. Sekarang, yang paling penting adalah kondisi istri saya terus menunjukkan perkembangan” ucap Andi.
Dengan penanganan cepat dan tepat serta perawatan berlanjut, kini Dewi sudah dapat berkomunikasi dan berjalan dengan lebih baik. Dewi berharap semakin banyak orang yang sadar dan memahami gejala, penyebab serta pertolongan pertama pada penyakit stroke. Karena, berdasarkan yang ia alami saat menghadapi serangan stroke kita sama saja berpacu dengan waktu. Setiap pasien stroke disarankan mendapatkan penanganan dalam 4,5 jam setelah serangan pertama kali terjadi atau disebut dengan golden period untuk kemungkinan sembuh yang lebih besar. Meskipun di tengah pandemi, jika mengalami gejala stroke, mari hindari risiko terjadinya kecacatan atau bahkan kematian akibat stroke, dengan #StrokeJanganDiamDiRumah dan segeralah ke Rumah Sakit stroke-ready.